Dunia Terbius Indahnya Batik Indonesia - Dunia telah mengakui batik adalah milik Indonesia melalui pengakuan UNESCO pada 2 Oktober 2009. Hampir dua tahun industri batik Indonesia meningkat, tetapi ironisnya masih banyak pengrajin batik yang hidup susah.
Tak hanya Indonesia yang mengalami euforia ini, industri tekstil dunia pun ikut tenggelam dalam euforia Batik Indonesia sehingga terjadi persaingan yang justru semakin memojokkan industri batik tulis dan cap.
Batik print atau kain bermotif
batik tersebar dan jadi primadona karena motifnya yang tak kalah bagus.
Harganya juga jauh lebih murah dibandingkan batik tulis dan cap.
Hal yang menyedihkan, batik
print asal China lebih banyak menguasai pasar. Bahkan pekan lalu,
perancang Julien Macdonald menggunakan motif Mega Mendung pada
koleksinya di London Fashion Week tanpa mengatakan bahwa motif tersebut
berasal dari Indonesia. Ia justru lebih menjelaskan koleksinya
terinspirasi dari China.
Ada pula produksi batik print yang dilakukan di Benua Eropa menyerupai desain-desain Batik Indonesia dan di jual ke benua Afrika. Masyarakat Afrika Barat sangat menyukai motif dan warna batik tersebut.
Namun sayangnya, lagi-lagi, batik tersebut bukanlah produksi Indonesia
yang dikatakan sebagai negara pemilik batik. Fakta lainnya, ternyata
juga terjadi kompetisi ketat di Eropa dalam hal penjualan kain bermotif
batik di Afrika.
Jika ditilik dari sejarahnya,
batik print dengan desain-desain khas nusantara memang sangat berkembang
hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala. Menurut Dr. Maria Wronska
Friend, antropolog asal Inggris yang mengabdikan diri di Universitas
James Cook, Australia, Batik Indonesia telah memengaruhi dunia sejak akhir abad 18 dan awal 19.
Batik masuk ke daratan Eropa
sejak 1890 dan berkembang hingga 1930. Menurutnya, ada tiga alasan
mengapa batik berkembang di Eropa. "Pada abad ke-19, seni Eropa sangat
terpengaruhi oleh seni Asia, terutama Jepang. Seni lukis di Jepang pun
terinspirasi dari Indonesia ketika negara ini menjajah Indonesia," ujar Dr. Maria dalam sebuah konfrensi di World Batik Summit 2011.
Gaya ornamen pada batik Indonesia,
mirip dengan seni yang berkembang saat itu. Kesenian di Belanda pun
terpengaruh batik sejak negara kincir angin tersebut menjajah Indonesia. Seiring berjalannya waktu, batik print semakin berkembang di Eropa.
Saat itu bahkan, tak hanya kain
yang diberi motif batik. Di Belanda, motif batik menghiasi porselen, di
Polandia, furnitur pun menjadi media sempurna bagi motif-motif
tradisional. Industri tekstil bermotif batik di Eropa semakin
berkembang.
Bahkan hasil produksinya pun
dipasarkan kembali ke Indonesia karena produksi batik print lebih murah
dibandingkan batik tulis atau pun cap. Perkembangan industri tekstil
batik di Eropa pun tak hanya memengaruhi Eropa, Indonesia, tetapi juga
Afrika.
Orang-orang Eropa memutuskan
untuk menjual batik ke Benua hitam tersebut. Tak disangka, masyarakat
Afrika sangat menyukai motif dan yang ada pada kain bermotif batik dan
menjadi populer. Dengan sedikit penyesuaian dalam hal desain, mereka
menggunakan batik untuk merayakan hari-hari besar mereka.
Bahkan diketahui mantan Presiden
Afrika Selatan, Nelson mandela adalah pencinta batik. Untungnya, ia
lebih mencintai produk batik buatan Indonesia dibandingkan batik-batik yang tersebar di Afrika. "Nelson
Mandela mungkin bisa dikatakan sebagai duta Batik Indonesia di dunia
karena ia sering kali terlihat menggunakan batik Indonesia dalam
acara-acara kenegaraan," kata Dr. Maria.
Tak hanya di Eropa dan Afrika, negara tetangga Australia pun terbius keindahan batik Indonesia.
Perkembangan batik di Australia tak lain dan tak bukan karena proyek
kolaboratif, di mana suku asli Aborigin belajar langsung dari
orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Australia.
Mereka menganggap batik sebagai aktivitas spiritual. Adapun desain yang berkembang adalah perpaduan antara kebudayaan Indonesia
yang ditandai dengan wayang dan aborigin yang ditandai dengan cicak.
Meskipun kain bermotif batik beredar luas, menurut Dr. Maria, Indonesia
patut menjadi rumah dari batik-batik dunia.
"Ini karena teknik batik
sesungguhnya yang menggunakan malam dan canting tidak berkembang di
negara lain. Sehingga kualitas batik Indonesia lebih bagus dibandingkan
negara lain," ungkap Dr. Maria.
Bahkan, gambar canting terdapat dalam catatan Sir Thomas Stamford Bingley Raffles 200 tahun lalu ketika ia menduduki Indonesia. Hal inilah yang semakin menguatkan bahwa batik milik Indonesia.
Secara harfiah, memang
batik-batik yang berkembang di negara lain tidak dapat dikatakan batik,
tetapi hanya kain bermotif batik. Sedangkan, batik sesungguhnya adalah
kain yang diwarnai dengan malam menggunakan canting.
Namun, hal inilah yang
menjadikannya sebuah dilema. Di saat harga batik tulis yang sarat akan
nilai seni tinggi harganya sangat mahal, kain bermotif batik merajai
pasar karena harganya yang sangat murah. Pengrajin batik tulis pun
semakin termarjinalkan.
Batik Mark Indonesia
Sebenarnya, untuk menandakan orisinalitas Batik Indonesia,
label Batik Mark Indonesia (BMI) cukup memberikan angin segar. Tak
hanya menguntungkan pembatik, tetapi juga menghindari penipuan terhadap
konsumen.
Namun sayangnya, label yang
muncul sejak tahun 2009 ini seolah tenggelam karena sedikitnya
sosialisasi. Itu karena tak semua pembatik menggunakan label ini.
Dengan BMI, konsumen sebenarnya
dapat mengetahui jenis dan kualitas batik. Yaitu batik tulis ditandai
dengan label emas, batik cap dengan label perak, dan batik kombinasi
tulis dan cap dengan label putih.
Menurut Dr. Maria, Batik Indonesia memiliki masa depan cerah jika dikelola dengan baik. Itu karena keunikan Batik Indonesia tak terbantahkan. "Setiap gambar tangan memiliki keunikan tersendiridan takkan ada yang dapat menirunya," ujarnya.
Ada hal yang harus diperhatikan agar Batik Indonesia terus berkembang. Hal ini terkait motif dan inovasi. "Penggunaan motif yang sama pada setiap batik akan mematikannya. Itulah mengapa inovasi motif perlu dilakukan," kata Dr. Maria.
Tak hanya itu pengembangan
teknologi yang dapat mendukung perkembangan industri ini harus
dilakukan. Termasuk, mengembangkan pendidikan teknik membatik pada
generasi muda dan memperjuangkan copyright motif.
"Copyright juga akan menjadi isu mengingat banyak yang bisa membuat motif batik hanya dengan mencetaknya dengan mesin," ujar Dr. Maria.
sumber: VIVANEWS.COM
sumber: VIVANEWS.COM
0 komentar:
Post a Comment
Kritik dan Sarannya